Sabtu, 19 September 2015

Umbar Privasi, Perlukah?


Siang hari memang waktu yang tepat buat bersantai dengan para sahabat. Ditemani sinar matahari yang bisa saja membakar kulit. Sedia sunblock bagi yang biasa memakainya. Tapi buatku, sabun mandi sudah lebih dari cukup. Tak lupa tas rensel yang selalu setia nyender di bahu. Tak butuh waktu lama untuk menunggu jemputan datang. Campus I’am Coming^^

Tidak ada alasan khusus buatku melangkahkan kaki ke gedung yang sudah dibangun sejak beberapa tahun lalu. Mungkin 2009. Tepatnya nanti kutanyakan dulu. Kali ini aku tidak sendiri. Dua kawanku turut berjalan disampingku. Entah mengapa apa yang kita kenakan memiliki warna yang hampir sama. Perpaduan merah, pink, hitam.

Berbagai pendapat muncul. Argumen yang bisa dibilang ‘lagi-lagi’ hampir sama saling melengkapi. Mungkin itu yang bisa menjelaskan kegiatan yang sedang ‘kami’ lakukan. Sedikit canggung menyebut kata kami. Karna sejatinya aku cukup menjadi pendengar. Nemun meski diam yang hadir, sel otakku sedang beradu argumen. Dalam diam.

Wanita tak pernah lepas dari kata ‘gosip’. Seperti kali ini. Meski suaraku tidak terdengar, namun aku ikut andil menjadi penonton pendengar dalam ‘menggosip’ kali ini.

Dalam sebuah hubungan asmara. Sebut saja “pacaran” pasti ada 2 belah pihak yang terlibat. Kedua belah pihak pastinya mempunyai relasi masing-masing. Dan setiap relasi pastilah mempunyai karakter yang berbeda.

Setiap manusia diciptakan dengan beragam sifat yang tidak sama. Bagi sebagian orang ‘privasi’ bisa saja menjadi ‘rahasia publik’. Semua relasinya dipastikan mengetahui. Namun, bagi sebagian orang  ‘privasi’ benar-benar ‘privasi’. Cukup orang yang ada sangkut pautnya saja yang diizinkan tahu.


Sama halnya dengan hubungan, sebut saja ‘pacaran’. Beberapa orang mungkin saja tidak menganggap privasi. Namun, bagi beberapa orang tentu ada yang sangat merahasiakannya dari publik. Bukan karna apa, namun lebih ke ‘maaf cukup gue yang tau’.

Opini setiap orang memang berbeda. Kali ini aku melihat dari sudut pandang ‘privasi benar-benar privasi’. Tidak semua yang dialami atau terjadi harus dishare ke publik. Seolah-olah orang lain harus tau apa yang terjadi. Tidak! Bukan karena tidak mau dibilang ‘pamer’. Tapi lebih ke menghindar dari kata-kata yang bisa saja membuat hati goyah dan kecewa.

Bukanku memihak mereka. Coba posisikan diri sendiri jika kamu menjadi dia. Mungkin saja apa yang kamu lakukan, yang kamu punya, yang kamu alami, kamu share ke publik. Itu hak kamu. Tapi jangan melarang dia untuk melakukan hal yang sama denganmu. HARGAI PRIVASINYA. Meski hubungan dia dan pasangannya telah cukup serius. Tapi sekali lagi, kamu tak harus tau kan? Kalau memang dia menganggapmu  sebagai sahabat yang sangat dekat, bisa saja kamu akan tau semua tentangnya. Karna pada dasarnya, beberapa orang hanya bersedia berbagi kisah dengan mereka yang benar-benar dekat.

Terik matahari semakin tajam. Es durian mungkin cocok untuk mendinginkan suasana. Mari pulang dengan menentengnya 1 gelas :P

#SelamatMinum :D

By : bye fever :p 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar